operasi ptosis

Operasi Ptosis pada Mata: Penjelasan Prosedur dan Resiko Operasi Ptosis

Beberapa gangguan mata perlu diatasi lewat prosedur operasi. Contohnya, operasi ptosis. Bagaimana kira-kira prosedur dan risiko operasi ptosis ini?

Namun, sebelum kita mengupas hal tersebut, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apa itu ptosis dan kenapa ptosis menyerang mata?

Apa itu ptosis?

Dalam bahasa awam, ptosis adalah kelopak mata yang turun. Hal tersebut dikatakan oleh dr. Nelandriani Yudapratiwi, Sp.M, dokter mata lulusan Universitas Padjadjaran, dan sekarang berpraktik di salah satu klinik mata di Jakarta.

Menurut dr. Nelandriani, definisi ptosis itu sendiri artinya kondisi abnormal di mana posisi tepi kelopak mata atas turun dengan bola mata dalam posisi primer.

Baca juga: Keratomalacia, Gangguan Mata Akibat Kekurangan Vitamin A

“Jadi, artinya si kelopak matanya itu lebih rendah dari posisinya daripada seharusnya,” jelasnya.

Dikatakan dr. Nelandriani, biasanya normalnya kelopak mata atas hanya menutupi 1-20 milimeter dari bagian hitam mata yang bagian atasnya.

“Tapi,  kalau, misalnya, lebih dari itu apalagi kalau sampai bagian hitam matanya tertutup sampai setengah begitu, itu sudah bisa dibilang sebagai ptosis,” kata dr. Nelandriani.

Dijelaskannya bahwa secara garis besar ptosis itu biasanya digolongkan menjadi dua golongan besar. Yang pertama ptosis kongenital. Dan yang kedua, ptosis didapat.

Baca juga: Mengenal Kanker Mata Melanoma

“Ptosis kongenital, jadi dia ditemukan pada saat lahir. Didapat itu maksudnya setelah usianya lebih tua gitu,” sebut dr. Nelandriani.

Menurutnya, ptosis kongenital sebagian besar karena adanya gangguan lokal terisolasi pada otot  levator palpebrae superioris.

 “Nah, kalau misalnya dia ada kelainan maka posisi kelopak matanya akan turun. Tapi, bisa juga jadi bagian dari, apa namanya, suatu sindrom pada pasien yang baru lahir,” tambah dr. Nelandriani.

operasi mata ptosis (kelopak mata turun)

Operasi ptosis diperlukan untuk mengatasi ptosis berat. Foto: Paul Ajamian via reviewofoptometry.com.

Sementara kalau yang didapat, lanjut dr. Nelandriani, ada kaitannya dengan dengan ptosis yang involusional atau ptosis yang terjadi pada usia lanjut.

“Kan sering tuh pada misalnya pasien yang usianya sudah lanjut kelopak matanya tampak lebih turun dari yang biasanya. Jadi, yang harusnya bagian hitam matanya terlihat cukup banyak. Nah, ini cuman terlihat setengahnya saja,” ungkapnya.

Baca juga: LASIK

Penyebab ptosis

Penyebab ptosis, jelas dr. Nelandriani,biasanya selain yang tipe involusional yang karena usia, bisa juga disebabkan miogenik, neurogenik, traumatik atau mekanik.

“Kalau miogenik itu misalnya adanya kelainan pada saraf-saraf seperti miosenigrafis. Kemudian kalau pada neurogenik itu misalnya pada adanya kelainan saraf kranial nomor tiga,” kata dr. Nelandriani.

Adapun, kalau traumatik, dr. Nelandriani memberi contoh, misalnya pasiennya kena trauma. “Jadi, misalnya, tabrakan atau kena pukulan sehingga kemudian otot levatornya atau otot pengangkat bola matanya itu terputus sehingga akhirnya kelopak matanya jadi turun,” paparnya.

Sedangkan kalau mekanik itu, disebutkan dr. Nelandriani, misalnya, ada masa atau ada tumor di kelopak mata atasnya sehingga membebani si kelopak mata atas sehingga akhirnya kelopak matanya tampak turun.

Mendiagnosis ptosis

Berdasarkan pengalaman dr. Nelandriani, dari anamnesis atau dari wawancara, biasanya pasien ada keluhan yaitu matanya tampak mengecil, terlihat lelah, dan lapang pandangnya terbatas

“Jadi, misalnya, nggak kelihatan bagian atasnya karena ketutupan sama kelopak mata. Kadang-kadang ada sakit kepala karena pasien biasanya selalu berusaha untuk mengangkat kelopak bola mata sehingga akhirnya otot-otot dahinya jadi capek,” urainya.

Baca juga: 
Katarak
Operasi Katarak
Operasi Katarak Gratis

Dituturkan dr. Nelandriani, prosedur pemeriksaan yang dilakukan biasanya berupa pemeriksaan  tajam penglihatannya dan apakah ada kelainan refraksi, kemudian posisi alisnya apakah mengangkat ataukah tetap di posisi yang normal dan apakah ada kelebihan kulit pada kelopak mata.

“Jadi, kadang-kadang kalau misalnya pasien tua, selain kelopak matanya turun, itu juga kadang kadang kayak kelebihan kulit di kelopak matanya atau yang disebut dermatokalasi. Dia juga bisa menutupi si kelopak matanya tadi. Kemudian harus dilihat kalau diraba kelopak mata dan preorbitalnya, apakah ada masa atau tidak dicek juga gerak bola matanya,” bebernya.

Pada beberapa kasus, kata dr. Nelandriani, mungkin bisa diperiksa melakukan pemeriksaan laboratorium dan ada juga bisa pemeriksaan imaging untuk mengetahui apakah ada kelainan di dalam rongga bola mata ataupun di kepala yang bisa menyebabkan ptosis tadi.

kelopak mata turun

Operasi ptosis tidak diperlukan untuk ptosis ringan. Foto: marvellieyecenter.com.

Baca juga: Mata Minus Tinggi Bisa Melahirkan Normal, Ini Syaratnya

Prosedur dan risiko operasi ptosis

Manajemen ptosis  adalah pembedahan. Artinya, perlu dilakukan operasi ptosis. Observasi hanya dilakukan pada ptosis kongenital ringan tanpa tanda-tanda adanya embrio mata malas, strabismus atau mata juling dan postur kepala abnormal yang signifikan. Demikian dikatakan dr. Nelandriani.

“ Jadi kalau, misalnya, pada pasien bayi lahir dengan kelopak matanya turun. Kalau kelopak mata turunnya tidak banyak, terus tidak ada tanda-tanda penglihatannya turun, kemudian tidak ada juling, tidak ada postur kepala yang abnormal, maka biasanya bisa dilakukan observasi,” sebutnya.

Tapi, lanjut dr. Nelandriani, kalau misalnya ptosisnya berat atau misal ada tanda-tanda yang tadi, maka harus segera lakukan operasi berapapun usia bayinya.

Baca juga: Mengenal Kanker Mata Melanoma dan Cara Mencegahnya

Sahabat, Anda memiliki keluhan atau gangguan seputar kesehatan mata, seperti katarak, misalnya, dan ingin melakukan konsultasi dokter mata dan pemeriksaan mata, jangan ragu untuk segera menghubungi Klinik Mata KMU terdekat di kota Anda.

Atur Jadwal Konsultasi dan Bebaskan Keluhan Mata

Untuk update terkini informasi maupun edukasi kesehatan mata, simak dan ikuti terus kanal YouTube kami.

Sumber:  dr. Nelandriani Yudapratiwi, Sp.M

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *